t e x t e s  -  a r t i c l e s  -  p u b l i c a t i o n s                                                             h o m e                                 ______________________________________________________________________



























Latinas
MAC / Museo de Arte Contemporaneo de Salta - Argentina 2016
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________















Papilios
"Multipliquei-me, para me sentir."
                       Fernando Pessoa

Raphaël Blum percorre o mundo atrás de seus personagens e vai buscá-los no meio da multidão. Persegue transeuntes anônimos pelas ruas das grandes cidades, mas não os surpreende com sua câmera fotográfica, pelo contrário, solicita que posem para um retrato. Desse modo, estabelece uma relação direta, olho no olho, entre o fotógrafo e seu personagem. Desse diálogo surgem individualidades surpreendentes, ricas de significados, fortes em si mesmas. Mas esses retratos são, ao mesmo tempo, recortes de uma vasta trama social, fragmentos de um tempo urbano, de coletividades. 
Raphaël interfere muito pouco nos retratos. Seleciona seus atores e nessa seleção aprofunda seu olhar. Fotografa-os frontalmente ou de costas, sem imposições, deixando-os à vontade e, desse modo, a expressão corporal potencializa significados. Depois, elege um elenco de atores, e nele, estabelece conjuntos de individualidades. 
A série Papilios é um desses conjuntos, foi realizada em Aracaju, Recife, Rio de Janeiro e São Paulo, são retratos de moças e tatuagens ou, se preferirem, de corpos e quimeras.

Fabio Magalhães 
Directeur artistique du Musée d’Art Contemporain de Sorocaba ( Brasil )
Papilios
MACS / Museu de Arte Contemporanea de Sorocaba - Brasil  2015
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
















Princesas Urbanas

O bairro parisiense Les Halles, onde ficava outrora o mercado atacadista central, se transformou nos anos 70 num grande bairro de comércios. O romancista francês Emile Zola poderia dizer que “Le ventre de Paris” virou “Au Plaisir des Dames”. Alias, entre a rua do Louvre e o Boulevard de Sébastopol, Raphaël Blum encontrou inúmeras mulheres muito representativas deste bairro cosmopolita e descolado. E com imenso prazer que a Aliança francesa do Rio de Janeiro apresenta sua série de retratos intrigantes e sedutores, que mostra a cara moderna de uma juventude irreverente e criativa. 
O talento de Raphaël Blum foi de conseguir captar os olhares, os gestos, as atitudes desses tipos variados de uma fauna fascinante, que evolui com graça no seu ambiente natural: a cidade. A exposição coloca em evidencia as correspondências poéticas e gráficas entre as jovens e as imagens ou símbolos, que povoam os muros e as roupas de Paris mais que, sobretudo, habitam nossas imaginações.

Jean-Paul Lefèvre
Diretor Geral da Aliança francesa do Rio de Janeiro                                                                                             
Delegado Geral da Aliança francesa no Brasil 

Princesas Urbanas                                                                                                                                        
Galerie de l’Alliance Française de Rio de Janeiro - Brasil 2015
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________















Serupa Tapi Tak Sama: Typology Potret Raphaël Blum

Seri potret Raphael Blum dalam pameran ini membawa kita pada refleksi atas tradisi potret di Indonesia. Sejak pertengahan abad 19, dengan fasilitas jaringan kolonial, fotografer Eropa berkililing memotret warga tanah jajahan sebagai bagian dari ekspidisi ilmiah maupun untuk tujuan komersial. Yang pertama hasilnya kita kenal dengan nama foto anthropometric (potret dengan latar penggaris), yang kedua hasilnya kita lihat di kartu pos (carte de visite)  atau ilustrasi majalah. Kalau foto anthropometric dipakai untuk membuktikan keabsahan anthropologi fisik (physical anthropology) dimana strata manusia disusun berdasarkan tipe-tipe rasialnya, munculnya wajah-wajah pribumi di kartu pos adalah pemenuhan rasa keingintahuan warga metropolitan di Barat. Pada masanya, kartu pos ini populer sebagai cendera mata eksotis sekaligus menyimbolkan status sosial pemiliknya. Baik untuk tujuan ilmiah maupun komersial, sebagaimana dijabarkan Edward Said dengan gemilang, potret-potret ini adalah bagian dari usaha Barat (oxidant) menciptakan pengetahuan tentang Timur (Orient), untuk mengukuhkan identitas mereka yang superior atas Timur dengan menciptakan sang “liyan” (the other). 
Pada perkembangannya, tradisi potret ini turut berperan memvisualisasikan gagasan kebangsaan dan kewarganegaraan di era paska kolonial. Kita melihat atribut-atribut estetis potret colonial (pose, komposisi, pencahayaan, dramatisasi) dimanfaatkan untuk memformulasikan identitas manusia merdeka. Keseragaman bentuk potret ini difungsikan sebagai pemersatu, menjauhkan manusia-manusia Indonesia dari identitas-identitas primordial. Di depan kamera semua sama dan setara sebagaimana jelas termanifestasi dalam “pas foto 3x4”. Kamera menjadi medium emansipasi.
Lalu kita bertanya, bagaimana potret paska kolonial yang emansipatif ini membedakan diri dari potret kolonial yang opresif itu jikalau masih berkelindan dalam lingkup tradisi estetis yang sama? Bagaimana pranata visual (visual tools) potret yang di masa kolonial dipakai untuk meng-obyek-an (objectifying) dan meng-eksotis-kan (exoticizing) sang “liyan” di adopsi dalam karya-karya kontemporer? Kolase atau montase (baik manual atau photoshop) adalah strategi artisitk yang populer dipakai fotografer kontemporer untuk membaca ulang pola (patern) dan manerisme fotografis dari potret kolonial. Mereka membangun apropriasi berdasarkan material sejarah secara langsung dan memberi makna baru dengan membolak-balik konteks awal dari pembuatan potret-potret kolonial itu.
Seri potret Blum dari dari Ambon dan Sumatera Utara ini adalah juga usaha memberikan makna baru atas tradisi potret yang berkembang di masa kolonial. Blum berangkat dari kesadarannya atas sejarah kolonial sehingga Ambon dan Sumatera Utara bukanlah pilihan acak. Rempah di kepulauan Maluku adalah undangan atas gelombang kolonialisme pertama di abad 16. Sedangkan perkebunan tembakau Sumatera Utara adalah salah satu puncak keberhasilan agroindustry kolonial di Hindia Belanda di abad 19. Dari sinilah daun tembakau dan biji cengkeh masuk ke ruang pamer sebagai simbol geografis titik awal dan puncak ekonomi kolonial.
Di Eropa, imaji popular Ambon dan Sumatera Utara di masa-masa kejayaan imperialisme adalah adalah produk perkebunan kolonial maupun oleh studio foto komersial. Rempah, tembakau dan potret eksotis penduduk asli adalah komoditi yang membentuk pengetahuan tentang koloni, dimana penduduk asli digambarkan terpisah dari industrialisasi yang berlangsung di tanah mereka. Mereka direpresentasikan seturut keinginan pasar di Eropa, terklasifikasi dalam etnis-etnis primordial, bukan masyarakat yang termodernisasi oleh kolonialisme. 
Di seri potret ini, Blum juga berangkat dan memakai strategi klasifikasi dan pendefinisian sang “liyan”. Karena dia tahu, sebagai orang “luar” (outsider), dalam proyek fotografis semacam ini, mau tidak mau dia akan berurusan dengan fungsi ortodok fotografi dalam mengkatalogkan manusia. Karena sebarapa jauhpun dia masuk ke dalam keunikan setiap invidu, pada akhirnya dia akan menyusun potret-potret itu dalam tatanan tertentu. Dan di sini Blum menunjukkan bahwa pengkategorian tidak selalu berarti pengobyekan, ketika dia memasukkan unsur sejarah dan “rasa” dalam pengalamannya berinteraksi dengan subyek-subyek terpotretnya. 
Dari “rasa”, Blum melihat keanekaragaman dan mengenali ketakterdugaan, sambil secara simbolis merefleksikan peran kontemporer cengkeh dan tembakau di dalam masyarakatnya. Sehingga tipologi yang dia susun atas penduduk Ambon tidak masuk dalam sterotipikal populer tentang mereka. Mereka menjadi sama dalam kategori sosialnya, tapi setiap individu berbeda tampilan visual dan ekspresi individualnya. Hal yang sama juga kita rasakan dari seri potret dari Berastagi, terutama pada peserta karnaval tujuhbelasan itu. Paradoks serupa tapi tak sama ini terbangun dari pemilihan latar (backdrop) dan pendekatan visual keseharian (vernacular approach) yang dipilih Blum. Latar itu memberikan indikasi lingkup sosial dari masing-masing individu karena dipilih tidak berjauhan dari tempat dimana Blum betemu mereka. Namun pada saat yang sama, latar itu juga tidak terlalu dominan, beberapa bahkan tampak netral, sehingga individualitas mereka muncul ke permukaan. Hal ini juga membuktikan keberhasilan Blum membangun relasi dengan subyek-subyeknya sehingga mereka merasa nyaman berpose dan dengan percaya diri menatap balik pada kamera. Sedangkan pendekatan visual keseharian itu menghilangkan unsur dramatisasi dari potret-potret ini. Pencahayaan dan pembingkaian (framing) yang bersahaja memberi jalan pada kehadiran setiap individu di depan kamera. Secara teknis, ini adalah pilihan estesis yang beresiko karena kualitas visual yang disediakan fotografi dipakai seminimal mungkin. Namun kekuatan seri potret Blum ini tidak dibangun dari visual yang sensasional, tapi dari kerbesahajaaanya menangkap, ke-aneka-rasa-an sensasi-sensasi visual dari individu-individu itu. 


Alexander Supartono
commissaire et historien de la photographie
Aneka Rasa
Galeri Nasional Indonesia - Jakarta - Indonesia - 2014
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
















Cordillera Beauties : a reorientation

In The Imaginary Orient American art historian Linda Nochlin argues that Orientalism falls under the category of the picturesque.  She states that an important function of the picturesque is to “certify that the people encapsulated by it, defined by its presence, are irredeemably different from, more backward than, and culturally inferior to those who construct and consume the picturesque product.  They are irrevocably ‘Other.’”
Unlike nineteenth-century Orientalist paintings, in which the Western presence is conspicuous by its absence, French artist Raphaël Blum unfailingly establishes his presence in his photographic assemblages. In a 2012 interview in Lisbon, he claims authorship for the framing, the selection of the subjects, the assemblage of diptychs and triptychs, and the captioning of his works. Unlike the Orientalist paintings, Blum strikes out into the urban landscapes of Paris as he does into the townships of the Kalinga and Itneg (Tinguian): in search of projected mythologies and collected evidence. Along the way, he discovers not only new places and people, but a little more of himself.
Blum studied visual arts at the University of Paris—Sorbonne from 1984 to 1991. He pursued the study of Eastern languages and civilizations in the Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO, National Institute of Oriental Languages and Civilizations) in Paris from 1997 to 2000.  In the early nineteenth-century tradition of writer Charles Baudelaire’s view of a flâneur in Paris, Blum began to roam the cities of Argentina in 2001, then Brazil, Chile, Paraguay, Bolivia, Indonesia, and the Philippines as a way to understand the rich variety of a larger, global landscape. Mindful of the many insensitive flâneur on the prowl, Blum presented himself as a “connoisseur of empathy” often negotiating with the subjects of his encounters and giving them in return the photograph, a box of matches, and engaging banter. In the colorful landscapes of boulevards, parks, arcades, and cafés Blum reconnoitered, stalked, and cruised the urban inferno armed with his camera to uncover what Susan Sontag describes in her 1977 essay “On Photography” as the voluptuous extremes of these urban spaces. He set his focus on not just any district in Paris, but the rough neighborhood of Châtelet-des-Halles, not the tourist traps of Ermita but the tough streets of Tondo in Manila. In each picture, he anchors the human figure to a single backdrop of these vast urban landscapes.

Filtered through the eyes of an artist, Blum chronicles people, places, and textures that mark his subjects and their backdrops as visually arresting. He shows, for example, tattooed chests against smooth arms and backs, a flowered wall as a diptych panel alongside a flowered tee-shirt, lace curtains alongside lace blouse borders, patterned polished toe nails against colorfully patterned slippers, a necklace on a half-torso alongside a rice paddy, a santo figure in virginal white alongside a pubescent girl in a white tee-shirt, a curly-haired crucified Christ figure alongside a street gang member. Other just-suitably matched juxtapositions abound. Sometimes the elements complement each other, other times they contrast, but the resulting visual effect is what calibrates his decisions to pair them. His exhibition themes are just as varied and include (in English), Latinas: Urban Suites (Argentina, Brazil, and Chile, 2006-2012); The Streets Are Ours (Buenos Aires, 2007 and 2009); IS (Paraguay, 2007); Santos, Princesses, Heroes (Tondo, Manila, 2005-2012); Cordillera Beauties (Kalinga, Philippines, 2010); Urban Princesses (Manila, Paris, Buenos Aires, and Sao Paulo, 2006-2012); I am from the Chacarita (Asuncion, Paraguay, 2010); Coca and Silver (Potosi, Bolivia, 2012). The list grows.  

In the present exhibition, Blum chronicles Itneg (Tinguian) and Kalinga women. He juxtaposes portrait photographs of young girls and older women who bear tattoo patterns and wear glass beads and feather accessories. He creates diptychs using contemporary signs such as graffiti, manga heroes, contemporary murals, modern fabric patterns, and a plethora of textures and patterns that pair well with the portraits. Alongside these diptychs are drawings by one of the most famous tattoo artists, Fang Od, Blum’s tribute to a disappearing art form in the Cordilleras. When asked to pose, the women did so willingly, he said, later using their mobile phones to photograph themselves with him. By doing so, they break a long tradition of the West framing the (Eastern) Other, these ladies resolutely establishing their presence no longer as the passively observed but in happy and active connivance with the (Western) Other.


Purissima Benitez-Johannot

Professorial Lecturer, Department of Art Studies, University of the Philippines, Diliman
President, Museum  Foundation of the Philippines

Cordillera  / in collaboration with Fang Od                                                                                                                                                               
CCP - Cultural Center of the Philippines - Manila - Philippines - 2013
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

 

















Suites Brasileiras

curator / Fabio Magalhães                                                                                                                                                                                
Directeur du Musée d’Art Contemporain de Sorocaba ( Brazil )
Suites  Brasileiras 
Casa da America Latina - Institut Français du Portugal - Lisboa, Portugal - 2012
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

                                                                                                                                   









Raphaël Blum, « Portrait et offrande : topographie humaine des mines de  Potosí » 


(...) Raphaël Blum, photographe ethnographe, parcourt le monde en quête d'hommes et de femmes, qui impriment à leur environnement quotidien la présence de leur singularité. Il crée des albums de topographies humaines en résonance avec leur cadre familier. À Potosí, il humanise l'horizon minier. Chaque figure humaine confère son caractère particulier au cadre de la mine. À la montagne ancestrale, le photographe donne une identité : au nom de la mine répond celui de son gardien, comme un écho sonore du couple ainsi formé entre l'homme et son milieu. Noms de saints et prénoms profanes se côtoient, se mêlent comme des destins intriqués par les méandres du temps. Écho, résonance et correspondance, les photographies de Raphaël Blum nous parlent d'un homme en interaction avec son environnement, d'un homme qui le façonne et le personnifie. C'est pourquoi, l'humain est premier dans son travail, au centre du cadrage, objet et sujet du dialogue visuel instauré avec le photographe. (...)

Caroline Perrée
Chercheur associé au CEMCA  ( Centre d’Études Mexicaines et Centraméricaines )
Docteur en Histoire de l’Art

Potosi, Coca y Plata
MUSEF - Museo Nacional de Etnografia y Folklore - La Paz,  Bolivia  2012

____________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________















Buenos Aires en fotos     


La empatía casi natural que siente el extranjero, el que no es de acá, el que no conoce, con los transeúntes que caminan por las calles de la agitada Buenos Aires, es algo casi intevitable, que también le pasó al fotógrafo francés Raphaël Blum.
En el marco de su proyecto Suites Urbanas, que viene realizando desde 2006 en las grandes ciudades de Europa, Sudamérica y Asia, el fotógrafo retrata el espíritu de las ciudades en los rostros de los transeúntes que se apropian a su manera del espacio público.
En esta oportunidad, además se exhibirá Mi Buenos Aires querido, que reúne los retratos que el fotógrafo les tomó a distintos personajes que se ofrecieron a mostrarle los lugares más recónditos de la ciudad de la furia. 

 
Raisa Giussi                                                                               Dario Z  de la ciudad de Buenos Aires  -  2011 


Mi Buenos Aires Querido    
Alianza Francesa  de Buenos Aires  -  Argentina  2011

____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________ 














 Soy de la Chacarita

Durante mis diferentes viajes a Paraguay, a menudo eché una mirada sobre esas viviendas vetustas al pie de la plaza Juan de Salazar, el centro histórico de Asunción. La Chacarita.                                                                                                                                          El visitante, esperando gozar de una vista despejada sobre el río o descubrir algunos senderos pintorescos que le llevarían hasta ahí, se asombra al acercarse a la terraza.  Ahí descubre una ancha colonia de viviendas semejantes a una favela extendiéndose hacia los límites de la tierra.                                                                                                                                                                                            La Chacarita parece desfasarse de aquello que se podría esperar de una zona urbana, ubicada en el centro y cerca de los edificios más prestigiosos de la ciudad.  Se parece más a una « no-ciudad » a un collage que pegaría difícilmente con las murallas urbanas marcadas por la historia y su deseo de perennidad.  Pero quizás está así, más cerca del río, con su inestabilidad, su invitación al viaje, al nomadismo, más cerca de la vida.                                                                                                                                                                El descubrimiento de la canción de Maneco Galeano « Soy de la Chacarita », la leyenda antojadiza de una estancia de Joseph Beuys en la Chacarita, relatada por un amigo paraguayo, así como la mala reputación de este barrio bastaron para atizar mi curiosidad y mi deseo de ver las cosas desde más cerca.                                                                                                                                                   Las zonas de sombra siempre me sedujeron  porque quedan retiradas de los clichés, que solo la luz, a menudo cegadora, transmite.                                                                                                                                                               A la sombra del cabildo las callejuelas que bajan hacia la Chacarita no llevan a ningún espectáculo particular. Las fachadas de las viviendas no dan para ver bonitas decoraciones o hermosas pinturas.    Lo pintoresco se limitaría a unos puentes de Madera abandonados y a unos ríos llenos de basura y otros deshechos diversos, que algunos se esfuerzan en salvar.                                                                                                                                                                            El fotógrafo de paisajes aquí seguramente se decepcionaría.                                                                                                                    « Soy de la Chacarita » no solamente designa al barrio –con sus tres zonas: resistencia, 3 de febrero y oriental - sino que también remite a sus habitantes.   La canción de Galeano me introdujo entre ellos con la pregunta de la primera estrofa:       ¿Quiere escuchar mi historia señor?                                                                                                                                                                                       Los retratos fotográficos y filmados muestran los que constituyen la historia de este barrio, por su talento de músico o de cantante pero también por los signos distintivos que exhiben, como los tatuajes y los adornos, o simplemente por los únicos atractivos de sus cuerpos.
Raphaël Blum                                                                                                                                                                            								                                    
Soy de La Chacarita                                                                                                                                                            Centro Cultural de la Republica El Cabildo - Asuncion del Paraguay  2010 
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________                                                















D’un modèle à l’autre


d’un modèle à l’autre présente le regard de deux artistes Paul-Armand Gette et Raphaël Blum sur la relation au modèle et à l’autre autour de la figure de la jeune fille.
Les ensembles  photographiques de Raphaël Blum inscrivent les personnes dans leur environnement , questionnent leur appropriation de l’espace urbain . Son approche,  à la lisière de l’anthropologie, témoigne d’un vif intérêt pour l’autre à travers sa singularité.
Le travail de Paul Armand Gette rend compte de la liberté du modèle dans le contexte de la nature, renvoie à la mythologie et interroge l’intime, l’imaginaire et le désir.
A Forbach, les artistes proposent une approche une approche du modèle à travers de nouvelles rencontres photographiques.



Raphaël Blum/Paul-Armand Gette / D’un modèle à l’autre
Faux Mouvement hors les murs - Centre d’art contemporain - Metz, France
Galerie de la Médiathèque - Forbach, France  2009


__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

















Komedi yang tidak lucu

(...) Secara keseluruhan video-video yang ditampilkan dalam Ok. Video Comedy banyak memperlihatkan aspek naratif (penuturan konvensional), khususnya karya-karya dari seniman Indonesia. Kecenderungan yang lain adalah penggunaan aspek dokumenter dalam beberapa video. Gambaran kehidupan masyarakat dapat tertangkap secara spontan dan faktual. Raphaël Blum, seniman video dari Prancis, secara menarik mengabadikan aktivitas karaoke masyarakat di sebuah perkampungan padat di tengah kota Manila. Siapapun berhak bernyanyi dan berkaraoke, termasuk di ruang terbuka dan panas seperti pasar dan lapangan di tengah pemukiman urban yang sempit. Dengan peralatan seadanya, beberapa penduduk yang sebagian besar lansia, menyanyikan lagu-lagu pop mandarin maupun Amerika dalam suara yang sember. 


Ibnu Rizal                                                                                              Jarakpandang,  Jakarta,  Indonesia 


OK.Video Comedy -  4th International Video Festival 
Galeri Nasional - Jakarta,  Indonesia  2009



______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________


















Manila, Catch me if you can !


The French artist Raphaël Blum (1966) explores the city not by visiting ruins and lovely buildings. He seeks contact with the residents because they “keep the structure of the city in motion.” The portraits of passers-by in Manilla are an attempt to show the city with the men and women who shape its image. Men with impressive tattoos in the district of Tondo, the ‘butterflies of the night’ in the district of Ermita, transvestites, dealers in exotic products in the district of Malate, walking vendors…
Manila is located at the mouth of the river Pasig on Luzon, the country’s biggest island. In the sixteenth century, the city was conquered by the Spanish. They built a walled-in city on the southern bank of the river Pasig: Intramuros. It is now the oldest district of the city that is still completely surrounded by thick, high walls. Del Pan, with its buildings made of corrugated plastic and tossed-out wood, is located on the northern bank of the river Pasig.
Raphaël Blum portrayed the people for whom the street is home and hearth in the same way as the people who happened to walk by. Blum says, “Because of the setting, for one instant, people become a sculpture, a work of art. Although I have sometimes had the pleasure of being asked to take photographs during my various stays in Manila, usually I have had to be very patient with the men and women who I wanted to have play with the setting. They tried to play a different game with me. That was sometimes a test. The rules of the game? One day I found it written on the t-shirt of a girl in Tondo. Catch me if you can!”

Manila. Catch me if you can !                                                                                                                     Volkenkunde Museum / National Museum of Ethnology  - Leiden, Nederlands 2008

_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

s u i t e s    u r b a i n e s



Les suites urbaines réalisées à partir de 2006 dans les capitales et métropoles d’Europe, d’Amérique Latine ou d’Asie déclinent l’image singulière des passants, en prenant la forme d’ensembles typologiques, proche du registre anthropologique.

La figure humaine est perçue comme une sculpture vivante, mise en scène dans l’espace urbain. Cette mise en scène de l’autre, proche de la performance, témoigne de son appropriation de l’espace. 
L’espace urbain, relevant du domaine public appartient en priorité à celui qui l’occupe, qui ne fait qu’y passer ou qui y habite.  Ces séries révèlent ainsi, autant l’image des jeunes filles pour qui la ville est le théâtre privilégié de la mode, que les marginaux, les désœuvrés qui habitent les rues.
Chaque image relie la figure humaine à un point de vue singulier dans l’espace urbain. L’ensemble de ces portraits en pied forme ainsi  les jalons d’un itinéraire, les étapes d’un cheminement personnel à travers la grande ville - comme points de rencontre et d’ancrage avec sa topographie.

Les personnes photographiées sont souvent placées à proximité du point d’intersection de deux rues, comme à Buenos Aires et dans les villes d’Amérique Latine, ou sur le parcours des lignes du métro à Paris.  Elles donnent à voir, autant qu’elles-mêmes le paysage urbain comme un espace discontinu et hétérogène, où s’affichent à travers la multiplicité de ses signes, de ses motifs,  les limites et les failles de la modernité.



Raphaël Blum                                                                                                                                  Paris,   2008


_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________  



















I S 


La compleja obra de Guido Boggiani trenzó pintura, etnografía y fotografía en un movimiento que, realizado en pleno cruce entre los siglos XIX y XX, constituyó un gesto poco común. Sus retratos fotográficos de los indígenas ishir del Gran Chaco paraguayo constituyen, más que un registro etno-antropológico, una propuesta artística capaz de confrontar dos mundos. Esta es la perspectiva que interesa a Raphaël Blum cuando, motivado justamente por las fotografías de Boggiani, decide trabajar en el Paraguay imágenes de indígenas chaqueños. Su decisión es comprometedora: no sólo porque evoca a Boggiani (cuya figura instala siempre un desafío), sino porque significa replantear el género de los retratos etnográficos, que implican siempre una mirada colonial y un intento de objetivar la figura retratada: más que en un retrato, el género de la representación etnocéntrica deviene un acto de expoliación que cosifica lo fotografiado y convierte la figura en fetiche, en pieza-trofeo de archivo etnográfico. 

La serie que presenta Raphaël trabaja la imagen de jóvenes mujeres nivaklé de la comunidad de Cayin ô Clim, ubicada en el Chaco y se expone bajo el título de Is, que significa “bello” en el idioma de esa etnia. Esta palabra sibilante y rotunda despierta en nuestro propio horizonte cultural otras resonancias: sugiere el “es” latino, el ist, el paradigma del vínculo que llena de  ecos gran parte de la cultura occidental: la cópula que asigna la existencia, atribuye propiedades y enlaza sujeto y predicado, zigzagueando siempre entre uno y otro polo de su acción. Por su parte, en el horizonte semántico nivaklé, el vocablo is tiene un alcance amplio que involucra no sólo el objeto representado sino, aun, el hecho mismo de la representación, que podría ser fácilmente  extendido a la acción de la propia fotografía. 

Pero no sólo el es copulativo de Occidente y el is de la belleza nivaklé fundan un espacio semántico de bordes inestables. El propio sentido de belleza invoca una figura compleja, que ubicada en el cruce de las miradas, pendula entre el sujeto y el objeto. Nada hay más esquivo que su manifestación potente: ¿quién define lo bello? ¿qué auratiza algo con la suficiente fuerza como para nimbar de esplendor su sola apariencia? Tradicionalmente la belleza es para el indígena un dispositivo que exalta determinadas funciones prácticas y rituales: las mujeres –tanto como los hombres- refuerzan su imagen con los argumentos de la bella forma. Para acceder a la ceremonia, cúspide de la experiencia étnica,  los nivaklé se invisten con el signo de las plumas blancas de garza o avestruz, las vinchas rojas de lana, los abalorios policromáticos, las fajas bordadas con conchillas, las tobilleras de plumones o pezuñas. Quedan, así, envueltos en la distancia que promueve la belleza: su propio ideal de belleza. Y es el cuerpo el soporte privilegiado de ese ideal: la belleza de los objetos es apenas un expediente para guarnecer el cuello o la frente, para ataviar la cintura, iluminar brazos y piernas con el recuerdo imposible de los dioses-hombres-animales.  
 Hoy el canon vacila: las viejas formas parecen por momentos suplantadas por otros módulos, otras maneras de embellecer el cuerpo oriundos de la modernidad envolvente. Son los jóvenes quienes se encuentran más abiertos a los nuevos patrones de belleza y quienes los incorporan con entusiasmo. Pero esta apropiación ocurre sobre el fondo de una sensibilidad que conserva sus vínculos con la cultura tradicional. Por eso funciona, por eso pueden seguir accediendo al is las muchachas que se hermosean pintándose con lápices labiales y esmaltes de uña, que usan ropas industrializadas, cuyos diseños y tonos negocian con los propios un sitio intermedio. El cuerpo es el escenario principal donde opera la estética indígena. Y ese principio abre otro camino entre la apartada cultura chaqueña y la obsesión contemporánea por la apariencia corporal. 
Raphaël se ubica en esa dirección. Trabaja desde ese lugar de cruce y fricción transcultural que, al modificar los patrones estéticos de los grupos indígenas, desplaza el sitio único de la etnia y abre una escena para el intercambio de miradas. Es un intercambio simétrico. Por un lado, las jóvenes cambian sus collares y sus pulseras por fotografías que les interesan como medios de afirmar una auto-imagen nueva (pulseras y collares que, a su vez, ornamentan el cuerpo de las mujeres). Por otro, Raphaël hace las fotos que a él le conciernen y las entrega a las retratadas. Pero ese vínculo es también equilibrado porque el artista no mira a las mujeres según la perspectiva exotista de su cultura, sino de acuerdo a cómo ellas mismas se muestran y se presentan: según como ellas eligen ser representadas en el contexto de la suya. Y por eso las llama con sus nombres propios: Aurelia, Clarissa, Lourdes, Marisa (los nombres que maquillan, que conservan ocultas, las antiguas denominaciones nivaklé).
Por otra parte, la fotografía misma, como dispositivo de representación, complica aún más el juego de los reflejos y los cruces de las miradas. La imagen introduce instancias irrecuperables de mediación que siempre dejan restos o faltas, residuos o carencias que exigen una y otra vez reparaciones nuevas. Este es el juego del arte: una vez echadas a andar, las imágenes que promueve no tienen descanso. Por eso, el vínculo entre las jóvenes fotografiadas y el fotógrafo que las mira auto-representarse no termina conciliado. Se relaciona con imágenes tomadas en Buenos Aires y Potosí. Remite a situaciones que escapan de la escena donde acontece la imagen: las mediaciones que instaura la sociedad criolla del Paraguay con sus convenciones propias y su sensibilidad diferente (a medio camino entre la indígena y la occidental); las interpretaciones sobrepuestas sobre lo etnológico, las lecturas de la apropiación indígena de modelos modernos; las discusiones sobre la autodeterminación étnica ante las irrupciones poscoloniales en clave global.
Todas estas cuestiones trascienden el ámbito del acto fotográfico. Pero también, todas ellas son subrayadas por el instante de un clic que puntúa el lugar exacto donde se interceptan las miradas. 


Ticio Escobar                                                                                            Asuncion     Julio 2007



IS
CAV - Museo del Barro,  Asuncion del Paraguay  2007


__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________


t e x t e s  - a r t i c l e s     ( sélection )

2015
Papilios - Jornalcruzeiro - Sorocaba
Papilios Artcuratoria.com
Princesas Urbanas - interview de Nathan Cahn
Le Petit Journal du Brésil 
Princesas Urbanas  - PortalORio 
Princesas Urbanas - DAS artes - Rio de Janeiro
Princesas Urbanas - Obras de Arte - Rio de Janeiro
AirFrance Skyteam
2014
Pameran Foto Menolak Klise 
Viriya Paramita – THE GEO TIMES Magazine - Jakarta
Imaji dari Bekas Tanah Jajahan 
Dewi Mardiani – Republika - Jakarta
Tipologi Potret Raphael Blum
Vicharius Dian Jiwa – Satulingkar.com
Solo Exhibition Photography by Raphael Blum
Indonesia Now - Jakarta
2013
Raphaël Blum : All the world’s a studio 
JV Ramos - Expat Newspaper - Manila  
Cordillera - Aktivshow.com
VideoChannel Interview Project - Cologne OFF
2012
A esquina do Rio 
Manuel Falcao – Negocios - Lisboa
Suites Brasileira Rua de Baixo - Lisboa
Suites Brasileiras
Maria Fauna - Le cool - Lisboa
Année du Brésil au Portugal - inteview de Maria Sobral
le Petit Journal de Lisbonne
Raphaël Blum - Suites Brasileiras – Interview
Casa da Amercica Latina – Lisboa - Portugal 
Personagens anonimas na fotografia de Raphaël Blum -  Ano Brazil Portugal
Suites Brasileiras 
Fabio Magahlaes - Casa da America Latina/ Institut Français du Portugal – Lisboa 
Un frances retrata la vida en las minas - La Prensa - La Paz
Potosi, coca y plata – El Diario Cultural – La Paz
Potosi, coca y plata – La Razon – La Paz
Raphaël Blum, portrait et offrande: topographie humaine des mines de Potosi
Caroline Perrée  - Musef – La Paz 
2011
Ambassadeurs de la rue
Maxime Rousseau - La Cedille – Buenos Aires 
Mi Buenos Aires Querido - Fotorevista – Buenos Aires
Mi Buenos Aires Querido - Buenos Aires SOS – Buenos Aires
Buenos Aires en fotos 
Raisa Giussi - Diario Z de la ciudad de Buenos Aires  
Telam – Argentina
Mi Buenos Aires Querido – Simkin  Franco – Buenos Aires
Mi Buenos Aires Querido - ARSOmnibus – Buenos Aires
Retratos en la ciudad – Bavoice – Buenos Aires
Mi Buenos Aires Querido  - La lettre de la photographie.com
La Nacion - Argentina - 8-2011
Arte al Dia International - Buenos Aires
Pagina 12 - Buenos Aires
2010
Neike - Paraguay
200 Paraguay Bicentenario 
Fotos en el Cabildo  - Ultima Hora – Paraguay 16- 8 -2010
Soy de la Chacarita, imagenes de la “no ciudad” 
La Nacion - Paraguay 16-8-2010
Viva Paraguay – Paraguay - 8-2010
Artes y espectaculos  - Paraguay 
Nanduti – Paraguay
OK Video 2009: Komedi yang tidak lucu
Ibnu Rizal – Jarakapandang.net  
2009
D’un modèle à l’autre: de la princesse à la nymphe
Le Républicain Lorrain – France 1-11-2009
Spectacles /// à Metz et alentours n° 215 – 11-2012
2008
Annual Report 2008 Museum Volkenkunde – Leiden – Holland 
Het finacieele Dagblad – Holland 21-10-2008
Galerie.NL
Fotoexpositie.nl
La France aux Pays-Bas – Ambassade de France à La Haye
2007
Raphaël Blum        
Dana Sterling - Wild n° 82 - Asunción - 10- 2007 
Retratos Indigenas
ABC Color - Paraguay  - 1-8-2007
2006
Domaine Public -Tram – Paris - mai /août -2006
Paris-art.com
Photography.now.com
Télérama
Mairie15.paris.fr
2004
ABC Color - Paraguay - 9-8-2004
Arenas y flechas -  El Yacaré – N° 154 - Paraguay - 8-2004
Noticias – Paraguay - 11-8-2004
2003
Exporama - Art Press n° 287 - 2 - 2003 
Voyage initiatique à la craie 
Le Républicain Lorrain - France - 28-1-2003
Camino del Indio: un voyage dans le passé 
Le Républicain Lorrain  - France - 15-1-2003
Spectacles – n° 147  2-2003
1997
Le Républicain Lorrain - France
1995
Le Républicain Lorrain – France 



________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________


c a t a l o g u e s  -  p u b l i c a t i o n s


2015
Papilios
Fabio Magalhães      
MAC Sorocaba - Brasil 
Princessa Urbanas
Jean-Paul Lefèvre
Alliance Française de Rio de Janeiro - Brasil

2014
Serupa Tapi Tak Sama: Typology Potret Raphaël Blum
Alexander Supartono  										                                                                         Galeri Nasional Indonesia – Jakarta - Indonesia  

2013
Cordillera Beauties : a reorientation
Purissima Benitez-Johannot
CCP - Cultural Center of the Philippines - Manila - Philippines

2009
Raphaël Blum / Paul-Armand Gette 
D’un modèle à l’autre
Galerie de la Médiathèque - Forbach - France

OK.Video Comedy 
4 th Jakarta International Video Festival  - Jakarta - Indonesia 

2008
Annual Report 2008
Museum Volkenkunde - Leiden - Holland 

2007
IS/Belles            
Ticio Escobar  
CAV - Museo del Barro - Asunción - Paraguay  

2004
Arenas y flechas - Retratos del Gran Chaco
Alliance Française d’Asuncion - Paraguay 

2003
Raphaël Blum - Voyages
Jean - Claude Morin,  Patrick Amine 
Galerie de la Médiathèque - Forbach  - France

1996
Grandes Buées     
Ocre d’Art   - Chateauroux - France

1995
Éclats                       
Eric Suchère   
Galerie Œil  - Forbach  - France 

1989
Perspectives Oeil 
Galerie OEil - Forbach  - France


________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________ 













acceuil.htmltext_files/soydelachacaritatraduccin.docshapeimage_2_link_0